Jakarta, ZONAWARTA.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) kembali menegaskan komitmennya dalam memperkuat kesiapsiagaan daerah melalui penyediaan informasi cuaca dan iklim yang diperbarui secara real-time. Informasi tersebut menjadi acuan penting bagi pemerintah daerah dalam merumuskan langkah mitigasi dan respons cepat, seiring meningkatnya potensi bencana hidrometeorologi di berbagai wilayah.

Kepala BMKG, Teuku Faisal Fathani, menyampaikan hal tersebut saat Rapat Koordinasi Penataan Ruang dan Wilayah yang digelar di Sasana Bhakti Praja, Kemendagri, Jakarta, Selasa (18/11). Dalam kesempatan itu, ia menekankan bahwa pembaruan data cuaca secara berkala merupakan elemen penting dalam penguatan kesiapsiagaan, terutama menjelang periode puncak musim hujan.

“Update perkembangan cuaca dan iklim untuk mendukung penataan ruang, namun khususnya akan saya bahas terlebih dahulu tentang potensi bencana hidrometeorologi di Indonesia yang memasuki puncaknya mulai November ini,” ujar Faisal.

Ia kemudian menjelaskan bahwa kondisi atmosfer saat ini dipengaruhi oleh berbagai fenomena, antara lain La Niña lemah, anomali Suhu Muka Laut yang hangat, Indian Ocean Dipole, Monsoon Asia, angin baratan, gelombang ekuator, seruakan dingin dari Asia, dan keberadaan siklon tropis. Berbagai faktor tersebut mengakibatkan peningkatan intensitas hujan di sejumlah daerah.

Menurut prediksi BMKG, wilayah Indonesia bagian selatan mulai dari Jawa bagian selatan, NTB, NTT, sebagian Sulawesi Selatan, hingga Papua Selatan, diperkirakan mengalami hujan dengan intensitas tinggi hingga sangat tinggi pada periode November 2025 hingga Januari 2026.

“Dibandingkan rata-rata 30 tahun terakhir, curah hujan bulan November ini tergolong di atas normal,” tambah Faisal.

Pada Februari–Maret 2026, intensitas hujan di kawasan Jawa dan Nusa Tenggara diperkirakan berangsur menurun. Sebaliknya, wilayah Sumatera bagian utara dan timur diminta meningkatkan kewaspadaan menghadapi potensi Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) karena memasuki musim lebih kering.

Dalam analisis jangka pendek, BMKG memantau adanya Bibit Siklon Tropis 97S di Laut Timor, serta sirkulasi siklonik di Samudra Hindia dan Laut Natuna Utara. Aktivitas ini dapat memicu hujan lebat, angin kencang, serta gelombang tinggi 2,5–4 meter di perairan selatan Indonesia. Jawa Tengah tercatat berada pada level waspada (oranye) pada 18–20 November.

Untuk mendukung upaya pengurangan risiko bencana, BMKG bersama BNPB juga terus mengoptimalkan pelaksanaan Operasi Modifikasi Cuaca (OMC).

“Kami telah melaksanakan OMC lebih dari 340 hari operasi sepanjang tahun ini. Saat ini, pesawat kami beroperasi di Jawa Barat dan Jawa Tengah untuk mengurangi intensitas hujan di wilayah terdampak bencana,” jelas Faisal.

Ia menambahkan bahwa pemerintah daerah dapat mengakses layanan OMC dengan menetapkan status Siaga Darurat Bencana Hidrometeorologi sebelum mengajukan permohonan resmi. BMKG, menurutnya, memiliki dukungan teknis yang dapat dimanfaatkan langsung oleh pemerintah daerah.

“Kami memiliki 6.000 personel di 191 UPT di seluruh Indonesia. Setiap stasiun memiliki ahli yang bisa dimanfaatkan oleh Pemda untuk konsultasi data spesifik lokal,” terangnya.

Di samping sektor kebencanaan, BMKG juga berkontribusi dalam pengembangan pertanian dan penataan ruang melalui pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan untuk rekomendasi waktu tanam presisi, perlindungan Lahan Baku Sawah (LBS), serta dukungan pada program cetak sawah.

Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, yang turut hadir dalam rapat tersebut, menyampaikan apresiasinya terhadap kesiapsiagaan dan infrastruktur BMKG. Ia meminta agar informasi cuaca diperbarui dan disebarluaskan secara konsisten agar pemerintah daerah dapat memantau perkembangan situasi secara berkelanjutan.

“Saya menyarankan agar data ini terus di-update dan dipublikasikan supaya rekan-rekan daerah bisa memantau terus,” tegas Tito.

Tito juga menyoroti perlunya kewaspadaan di wilayah selatan Indonesia—khususnya Jawa dan Bali—yang memiliki kepadatan penduduk tinggi. Ia menekankan tiga langkah mitigasi bagi para kepala daerah: mengidentifikasi titik rawan banjir dan longsor, memperkuat struktur yang rentan, serta melakukan relokasi sementara apabila perbaikan tidak dapat dilakukan segera.

Rakor tersebut juga membahas pemanfaatan data BMKG untuk perencanaan ruang jangka panjang dan upaya menjaga ketahanan pangan. Kegiatan ini turut dihadiri Menteri ATR/BPN Nusron Wahid, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono, Kepala BIG Muhammad Arief Syafi’i, Deputi Modifikasi Cuaca BMKG Tri Handoko Seto, perwakilan BNPB, serta jajaran Dirjen Kemendagri.

Sumber: BMKG

Rekomendasi untuk Anda