Kemenhub Dorong WFA sebagai Strategi Kelola Mobilitas Nasional Selama Natal 2025 dan Tahun Baru 2026
Jakarta, ZONAWARTA.COM – Periode libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 diproyeksikan kembali menjadi salah satu fase paling menantang dalam pengelolaan transportasi nasional. Tingginya mobilitas masyarakat diperkirakan tidak hanya terkonsentrasi pada arus mudik dan balik, tetapi juga meluas ke pergerakan wisata, aktivitas ekonomi daerah, serta mobilitas perkotaan yang berlangsung serentak dalam rentang waktu yang relatif panjang.
Kepala Bidang Kebijakan Lalu Lintas dan Angkutan Pelayaran serta Penerbangan Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan, Bram Hertasning, menilai dinamika tersebut menuntut pendekatan kebijakan yang lebih menyeluruh. Ia menegaskan bahwa pengelolaan transportasi pada periode libur besar nasional tidak lagi cukup bertumpu pada rekayasa lalu lintas di lapangan, melainkan perlu didukung kebijakan strategis yang mengatur pola pergerakan masyarakat.
“Pada periode Nataru, mobilitas masyarakat bersifat masif, multi-arah, dan berlangsung cukup panjang. Oleh karena itu, kebijakan transportasi perlu dilengkapi dengan instrumen pengendalian permintaan perjalanan yang bersifat strategis,” ujar Bram.
Salah satu instrumen yang dinilai relevan untuk diterapkan pada Nataru 2025/2026 adalah kebijakan Work From Anywhere (WFA). Menurut Bram, kebijakan tersebut bukan bertujuan mengurangi produktivitas, melainkan mengatur sebaran waktu dan pola perjalanan agar tidak terjadi lonjakan pergerakan secara bersamaan.
“Dengan WFA, beban jaringan jalan, simpul transportasi, dan kawasan wisata dapat ditekan karena pola perjalanan menjadi lebih tersebar,” jelasnya.
Ia menambahkan, penerapan WFA secara selektif dan adaptif, khususnya pada 22–24 Desember serta 29–31 Desember 2025, berpotensi menjadi langkah preventif yang efektif. Kebijakan ini diyakini mampu menekan kepadatan lalu lintas, meningkatkan keselamatan perjalanan, sekaligus memberi ruang yang lebih optimal bagi petugas dalam melakukan pengaturan di lapangan.
Dari perspektif ekonomi, Bram menilai WFA justru dapat memberikan dampak positif selama periode Nataru. Dengan mobilitas yang lebih merata, aktivitas konsumsi masyarakat tidak terkonsentrasi pada hari-hari tertentu, tetapi menyebar ke berbagai daerah dalam waktu yang lebih panjang.
“Kondisi ini mendorong peningkatan lama tinggal wisatawan, memperkuat peran UMKM dan ekonomi lokal, serta tetap menjaga kesinambungan produktivitas nasional, terutama di sektor-sektor yang memungkinkan fleksibilitas kerja,” katanya.
Lebih lanjut, Bram menekankan pentingnya menempatkan kebijakan WFA sebagai bagian dari kebijakan negara yang terencana dan terkoordinasi. Sinergi lintas kementerian serta pemerintah daerah dinilai krusial agar penerapan WFA selaras dengan pengaturan transportasi, sektor pariwisata, dan layanan publik lainnya.
“Dalam konteks ini, WFA bukan sekadar fleksibilitas kerja, tetapi merupakan instrumen tata kelola mobilitas modern yang adaptif terhadap dinamika sosial, ekonomi, dan transportasi nasional,” pungkas Bram.



