Pola Hujan 2026 Diprediksi Normal, BMKG Soroti Kesiapsiagaan Daerah
Jakarta, ZONAWARTA.COM – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan kondisi iklim Indonesia pada 2026 relatif stabil, dengan mayoritas wilayah menerima curah hujan tahunan berkisar antara 1.500 hingga 4.000 milimeter. Proyeksi tersebut menunjukkan sifat hujan berada pada kategori normal, mendekati rerata klimatologis periode 1991–2020.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, menjelaskan bahwa proyeksi tersebut dipengaruhi oleh melemahnya anomali iklim global serta dinamika laut yang diperkirakan memasuki fase netral. Kondisi tersebut menciptakan latar iklim yang lebih seimbang dibandingkan tahun-tahun dengan pengaruh kuat El Niño atau La Niña. Penjelasan itu disampaikan dalam jumpa pers Climate Outlook 2026 yang digelar di Jakarta, Selasa (23/12/2025).
Meski berada dalam kategori normal secara nasional, BMKG menegaskan bahwa potensi variasi iklim tetap dapat terjadi di tingkat regional hingga lokal. Oleh karena itu, kewaspadaan dan langkah antisipatif tetap diperlukan agar berbagai sektor dapat beradaptasi secara tepat.
Sepanjang 2026, BMKG memprakirakan hujan dengan intensitas menengah hingga tinggi akan mendominasi periode Januari hingga April, terutama di wilayah Jawa, Bali, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Memasuki Mei dan Juni, sebagian besar wilayah diperkirakan memasuki fase peralihan menuju musim kemarau.
Puncak kemarau diproyeksikan terjadi pada Juli hingga September, dengan potensi hujan sangat rendah di Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur. Sementara itu, periode November hingga Desember diperkirakan menjadi awal musim hujan dengan intensitas menengah hingga tinggi di sejumlah wilayah.
BMKG menekankan bahwa pemahaman terhadap pola hujan bulanan menjadi faktor penting dalam perencanaan pembangunan dan aktivitas masyarakat. Wilayah dengan potensi hujan di atas normal diminta memperhatikan kesiapan sistem drainase dan irigasi guna mencegah genangan dan risiko gagal panen. Sebaliknya, daerah dengan curah hujan di bawah normal disarankan menyesuaikan pola tanam, memperkuat pengelolaan sumber daya air, serta menggunakan varietas tanaman yang lebih tahan terhadap kekeringan.
Kondisi iklim yang relatif lebih kering dibandingkan 2025 juga dinilai dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi panen dan distribusi hasil pertanian, khususnya komoditas seperti kelapa sawit, tebu, dan tembakau. Selain itu, iklim yang cenderung stabil diperkirakan membantu menekan risiko penurunan kualitas udara, terutama di kawasan perkotaan dan daerah rawan kebakaran hutan dan lahan.
“Informasi iklim harus terus dimanfaatkan sebagai dasar pengambilan keputusan agar potensi risiko dapat ditekan dan peluang dapat dioptimalkan,” tutup Ardhasena.


