PP Tunas: Panduan Aman Anak dalam Dunia Digital, Bukan Larangan Akses
Bali, ZONAWARTA.COM – Pemerintah resmi mengesahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak, atau yang dikenal sebagai PP Tunas. Peraturan ini tidak bertujuan membatasi akses anak terhadap internet, melainkan mengarahkan mereka agar lebih bijak dan aman dalam berinteraksi dengan teknologi.
Dalam kegiatan Sosialisasi dan Kampanye PP Tunas yang digelar di Universitas Udayana (Unud), Bali, Minggu (13/4/2025), Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menekankan pendekatan bertahap dalam penerapan aturan ini. Ia menganalogikannya seperti anak belajar naik sepeda.
“Pendekatan bertahap dalam PP ini seperti belajar naik sepeda—dengan roda bantu terlebih dahulu,” jelasnya.
Menkomdigi menyoroti pentingnya pelibatan anak dalam proses perumusan peraturan ini. Sebanyak 350 anak turut menyuarakan pendapatnya.
“Ini merupakan komitmen kami bahwa aturan mengenai anak harus mengikutsertakan anak dalam prosesnya,” tegas Meutya Hafid.
Dalam pemaparannya, Meutya juga mengangkat persoalan serius mengenai ancaman digital terhadap anak. Data dari National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) menunjukkan, Indonesia berada di posisi ke-4 dunia dan ke-2 di ASEAN dengan 5.566.015 kasus pornografi anak selama empat tahun terakhir.
Tak hanya itu, perundungan digital dan paparan konten negatif juga menjadi sorotan.
“Data ini bukan sekadar angka, ini merupakan isu besar yang akan berdampak pada masa depan anak-anak di Indonesia. Kita tidak bisa tinggal diam melihat bagaimana ruang digital merusak anak-anak kita,” tegasnya lagi.
PP Tunas hadir sebagai bentuk komitmen negara terhadap perlindungan generasi muda. Di dalamnya terdapat ketentuan yang mewajibkan Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE)—termasuk media sosial, game online, situs web, hingga layanan keuangan digital—untuk melakukan literasi digital serta melarang profiling anak untuk kepentingan komersial.
Universitas Udayana menjadi tempat pertama sosialisasi PP Tunas, yang menurut Menkomdigi bukan tanpa alasan. Bali dianggap memiliki budaya kekeluargaan yang kuat, sehingga bisa menjadi contoh praktik baik pelindungan anak berbasis nilai sosial.
“Universitas Udayana adalah universitas pertama yang kami datangi setelah PP ini disahkan. Kami ingin berdiskusi langsung dengan civitas akademika untuk mendapatkan perspektif dan masukan terkait strategi komunikasi sosialisasi dari PP ini,” jelasnya.
Rektor Unud, Prof. Ir. I Ketut Sudarsana, S.T., Ph.D, menyambut baik inisiatif tersebut dan menyatakan kesiapan pihak kampus untuk berperan aktif.
“Kami memandang PP Tunas sebagai bentuk nyata kehadiran negara dalam melindungi anak-anak dari bahaya digital yang mengancam,” ujarnya.
Ia juga mendorong kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan masyarakat dalam menciptakan ruang digital yang sehat dan beretika.
Diskusi pun berlangsung aktif. Salah satu dosen Fakultas Hukum Unud, Edward Thomas Lamury Hadjon S.H., LL.M, mengapresiasi terbitnya PP Tunas namun mengingatkan pentingnya kejelasan tanggung jawab pengelolaan data anak.
“Pasal tentang wajib menentukan secara tegas pihak yang bertanggung jawab atas pemrosesan data pribadi anak sebaiknya diwajibkan langsung kepada PSE agar tidak dikelabui,” ujarnya.
Dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Dr. Tedi Erviantono, S.IP., M.Si menilai langkah pemerintah ini sebagai bentuk perhatian terhadap kontrol konten digital bagi anak-anak.
“Meskipun ada penyempurnaan, tapi pemerintah sudah ada upaya memproteksi generasi ini agar tidak sebebas-bebasnya mengakses konten yang belum sesuai dengan usianya,” kata Tedi.
Sementara itu, Dr. Ni Made Swasti Wulanyani, S.Psi, M.Erg, Psi dari Fakultas Kedokteran mengusulkan agar ke depan aturan tersebut juga mempertimbangkan kesiapan mental anak dalam penggunaan teknologi.
Dengan regulasi ini, diharapkan ekosistem digital Indonesia menjadi lebih aman dan ramah bagi anak, tanpa menghalangi potensi mereka untuk berkembang secara positif.
Sumber: Komdigi