Pekanbaru, ZONAWARTA.COM – Dalam upaya memperkuat kesiapsiagaan menghadapi musim kemarau tahun 2025, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menggandeng berbagai pihak di Provinsi Riau. Langkah ini diambil sebagai bentuk antisipasi terhadap dampak kemarau, khususnya potensi kekeringan dan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla).

Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Ardhasena Sopaheluwakan, mengungkapkan pentingnya memahami karakteristik iklim Riau yang unik. Ia menjelaskan bahwa wilayah ini memiliki dua musim kemarau dan dua musim hujan, dengan intensitas sinar matahari dan curah hujan yang tinggi. Potensi ini menurutnya dapat dioptimalkan demi kesejahteraan masyarakat.

“Provinsi Riau menjadi salah satu lokasi rawan terjadinya Karhutla. Oleh karenanya, sinergi dan pengetahuan tentang iklim ini menjadi penting agar berbagai pihak termasuk pemerintah daerah beserta instrumennya bersiaga dan meningkatkan kewaspadaan di musim kemarau,” tegas Ardhasena dalam dialog interaktif “Musim Kemarau 2025 dan Penanggulangan Karhutla di Riau” bersama Radio Republik Indonesia (RRI), Rabu (24/4).

Selain RRI, BMKG juga menggandeng TVRI untuk menyampaikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat. Musim kemarau di Riau diperkirakan berlangsung selama Mei hingga Juli 2025 dengan kondisi yang diprediksi normal, tidak sekering musim-musim El Nino sebelumnya seperti 2015, 2019, dan 2023.

“Meskipun demikian, potensi kebakaran hutan dan lahan tetap ada, mengingat pengalaman tahun-tahun sebelumnya dengan kondisi musim kemarau yang serupa,” tambahnya.

Kepala BPBD Provinsi Riau, M. Edi Afrizal, melaporkan adanya 42 titik api sejauh ini, dengan luasan kebakaran mencapai 78,56 hektare. Namun, seluruhnya telah berhasil dipadamkan. Ia juga menyampaikan bahwa Provinsi Riau akan menjadi tuan rumah Jambore Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) pertama di Indonesia pada 25–27 April 2025.

Kegiatan tersebut dirangkaikan dengan Apel Siaga yang dipimpin langsung oleh Gubernur Riau dan BPBD. Diharapkan, upaya antisipatif ini mampu menekan risiko kabut asap yang berdampak buruk pada kesehatan dan aktivitas masyarakat.

Kunjungan BMKG ke Provinsi Riau juga menyasar institusi pendidikan. Di Politeknik Caltex Riau, Ardhasena mengapresiasi stasiun mini karya mahasiswa yang mensimulasikan data cuaca, iklim, dan kualitas udara. Diskusi bersama para dosen dan peneliti membuka peluang kerjasama dalam riset dan pengembangan ilmu klimatologi.

Tak hanya itu, BMKG juga menjalin komunikasi strategis dengan sektor perkebunan. Dalam kunjungannya ke PTPN IV Regional III, Ardhasena menyampaikan pentingnya pemanfaatan data iklim untuk mendukung produksi perkebunan, terutama kelapa sawit.

Ardhasena meminta dukungan data dari Stasiun Klimatologi Riau, baik secara daring maupun luring, sebagai wujud kolaborasi nyata yang memberikan dampak langsung pada sektor perkebunan.

Dalam pertemuan tersebut, PTPN IV Regional III menanggapi dengan positif rencana penguatan kolaborasi. Mereka menyoroti kebutuhan akan informasi waktu tanam yang ideal berdasarkan curah hujan, serta pentingnya sinkronisasi antara data produksi dan data iklim.

Penggunaan aplikasi Nusaklim dan data Automatic Weather Station (AWS) internal sudah mulai dilakukan oleh PTPN IV. Mereka juga berharap adanya pelatihan untuk pengamat hujan, pembangunan pos hujan per kecamatan, serta penyediaan peralatan standar seperti gelas ukur.

PTPN IV Regional III juga mengapresiasi pemanfaatan data BMKG, terutama setelah pelaksanaan Sekolah Lapang Iklim tahun sebelumnya. Data yang tersedia melalui buletin sangat membantu dalam operasional sehari-hari, seperti pembentukan buah sawit dan perbaikan jalan.

Dengan rangkaian kolaborasi lintas sektor ini, BMKG berharap dapat memperkuat ketahanan iklim dan mitigasi risiko di wilayah rawan seperti Riau, demi keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.

Sumber: BMKG

Rekomendasi untuk Anda